Wanita Kanada Bunuh Diri Setelah Alami Nyeri Hebat Pascaoperasi Wasir

Redaksi Unik4d |

Redaksi Unik4d | Wanita Kanada Bunuh Diri Usai Operasi Wasir: Tragedi yang Menggugah Kesadaran tentang Regulasi Medis

Pada Agustus 2025, Mei Lam, seorang perempuan berusia 59 tahun dari Ontario, Kanada, mengakhiri hidupnya setelah mengalami nyeri kronis yang tak tertahankan selama berbulan-bulan—akibat dari dua prosedur laser wasir yang gagal. Awalnya berharap sembuh, Mei justru terjebak dalam penderitaan fisik dan psikologis yang tak kunjung berakhir, hingga ia kehilangan harapan.

Kasus ini, yang diungkap oleh Toronto Star, bukan sekadar kisah medis—tapi peringatan keras tentang pentingnya transparansi, pengawasan, dan empati dalam praktik kesehatan.


Redaksi Unik4d | Dari Harapan ke Penderitaan

Mei awalnya mengalami wasir ringan setelah mengonsumsi obat tekanan darah. Ia lalu berkonsultasi dengan Dr. Ashwin Maharaj, seorang dokter yang mengklaim diri sebagai “ahli bedah wasir minimal invasif terkemuka”. Ia menyarankan prosedur laser seharga CA$1.600—yang tidak ditanggung asuransi—dan Mei menyetujui, percaya pada janji kesembuhan cepat.

Namun, alih-alih membaik, nyerinya justru semakin parah. Setelah operasi kedua pada Juni 2024, rasa sakit menyebar dari rektum ke vagina dan uretra. Ia menjalani berbagai tes—MRI, ultrasonografi, swab—namun tak ada diagnosis pasti. Wasirnya bahkan masih ada, dan jaringan antara rektum dan vaginanya diduga rusak permanen.


Permohonan Tolong yang Tak Didengar

Mei melaporkan kondisinya ke College of Physicians and Surgeons of Ontario (CPSO)—badan pengawas medis setempat. Ia bahkan berulang kali menyampaikan pikiran bunuh diri, termasuk dalam panggilan dua hari berturut-turut pada Juli 2025. Namun, tidak ada tindak lanjut darurat dari regulator.

Pasangannya, Hoc Phung, mengungkap bahwa Mei sempat frustrasi hingga membenturkan kepalanya ke dinding, meninggalkan bekas cekung. Ia hanya ingin tahu: Apa yang sebenarnya terjadi padaku? Tapi jawaban itu tak pernah datang.


Dokter Diskors, Tapi Korban Sudah Pergi

Dr. Maharaj akhirnya diskors lisensi medisnya setelah puluhan pasien melapor mengalami cedera serupa. Investigasi mengungkap bahwa ia mengujicobakan prosedur tanpa persetujuan penuh pasien, bahkan saat sedang dalam pengawasan disipliner. Namun, bagi Mei, keadilan datang terlambat.


Refleksi dari Komunitas Digital

Tragedi ini menyentuh banyak orang di luar Kanada—termasuk di kalangan komunitas digital yang peduli pada isu kesehatan dan keadilan sistemik, seperti unik4d. Dalam diskusi internal, kasus Mei sering diangkat sebagai contoh nyata betapa informasi medis yang tidak transparan dan kurangnya mekanisme darurat psikologis bisa berujung pada bencana kemanusiaan.

“Kita sering fokus pada ‘review dokter’ di media sosial, tapi lupa bahwa di balik rating itu ada nyawa yang rentan,” tulis salah satu anggota komunitas yang terhubung dengan unik4d.


Penutup
Kematian Mei Lam bukan hanya kegagalan teknis medis—tapi kegagalan sistem dalam mendengarkan teriakan seseorang yang kesakitan. Di era informasi, akses ke layanan kesehatan harus diimbangi dengan akuntabilitas, empati, dan respons cepat—bukan hanya prosedur, tapi juga kemanusiaan.

Leave a Comment