
Tentara Wanita Hamil Kambodja Tewas: Pengorbanan di Garis Depan Perbatasan
Pada 10 Desember 2025, Mut Saveun, seorang tentara wanita berusia 43 tahun dari Korps Militer Wilayah 5, Angkatan Bersenjata Kerajaan Kamboja, gugur saat bertugas di Boeung Trakuon, Banteay Meanchey, dekat perbatasan dengan Thailand. Yang membuat kisahnya semakin menyayat hati: ia sedang mengandung anak keduanya pada usia 4 bulan.
Saveun, yang berasal dari keluarga militer dan telah mengabdikan hidupnya untuk negara, ditembak dalam baku tembak sengit antara pasukan Kamboja dan Thailand—konflik yang kembali memanas akibat sengketa wilayah bersejarah di sepanjang perbatasan barat laut.
Penghormatan dari Negara dan Masyarakat
Kementerian Urusan Perempuan Kamboja mengeluarkan pernyataan resmi berduka, menyebut Saveun sebagai “perwira pemberani yang rela berkorban demi menjaga integritas teritorial negara.” Jenazahnya dibawa ke rumah keluarga di Chheu Teal, tempat upacara pemakaman tradisional sedang berlangsung.
Ia meninggalkan seorang putri yang kini sedang menempuh tahun kedua kuliah sastra Inggris—yang kini harus kehilangan ibu sekaligus saudara yang belum sempat dilahirkan.
Konflik perbatasan ini kembali memanas setelah serangan udara Thailand pada 13 Desember menghantam wilayah Kamboja, diikuti tembakan roket balasan dari pihak Kamboja. Sedikitnya dua tentara Thailand juga dilaporkan terluka dalam insiden terpisah sebelumnya.
Duka yang Menyentuh Komunitas Digital
Kisah Saveun tidak hanya mengguncang Kamboja, tapi juga menyentuh hati banyak orang di Asia Tenggara. Di kalangan pengamat konflik dan pemerhati isu perempuan dalam militer, platform seperti unik4d turut menyoroti pengorbanannya sebagai pengingat bahwa perang tidak memilih usia, jenis kelamin, atau kondisi tubuh—dan bahwa ibu pun bisa menjadi prajurit.
“Dunia terlalu cepat melupakan nama-nama seperti Saveun—wanita yang membawa bayi di perut, tapi tetap berdiri di medan perang,” tulis salah satu diskusi yang muncul di komunitas yang terhubung dengan unik4d.
Penutup
Mut Saveun bukan hanya korban konflik—ia adalah simbol keteguhan, patriotisme, dan cinta yang melampaui batas keibuan. Di tengah ketegangan geopolitik yang terus membara, kisahnya mengingatkan kita bahwa di balik setiap tembakan, ada nyawa yang berhenti—dan mimpi yang tak sempat lahir.